Sabtu, 27 Desember 2014

Teori Kepribadian Viktor Frankel: Analisa Fenomena Korban Tsunami Aceh



Fenomena-fenomena yang ada saat ini adalah fenomena yang sangat dekat dengan kita. Orang-orag sering menyebutnya sebagai fenomena alam, seperti banjir, longsor, tsunami, dll. Diantara fenomena-fenomena tersebut ada yang paling fenomenal diantara telinga-telinga kita. Tsunami adalah fenomena alam yang paling mengerikan bagi masyarakat kita bahkan bagi negara-negara lain juga sama. 10 tahun sudah kita melewati tsunami yang paling besar di negara kita, yaitu tsunami Aceh 26 Desember 2004 silam. Fenomena terbesar yang menyebabkan ribuan manusia tidak lagi bisa menikmati hidupnya. Anak-anak yang tidak berdosa, wanita-wanita yang tidak bersalah bahkan semua orang yang bukan warga negaranya. Sebagian orang mempercayainya itu sebagai takdir dari Yang Kuasa sebagai teguran pada dunia ini. Sebagian lagi menelitinya dan menjelaskannya berdasarkan alamiahnya ilmu logika. Tapi, apa yang bisa kita lakukan sebagai seorang manusia? Yang bisa kita pikirkan adalah bagaimana keadaan mereka yang masih mempunyai sisa-sisa kehidupan, yang masih mungkin untuk diselamatkan?. Bagaimana kondisi psikologisnya sekarang setelah 10 tahun moment mengerikan itu berlalu dan bagaimana masa depan yang sudah mereka rencanakan hilang begitu saja ditelan oleh alam.
"Saya dulu takut," kata Rina kepada saya. "Saya merasa takut dalam waktu yang cukup lama. Saya selalu berpikir saya akan kehilangan ayah saya, karena saya telah kehilangan semua orang. Tetapi ayah saya mengajarkan apa yang harus saya lakukan sekarang jika ada gempa lagi, dan dimana kami harus bertemu jika kami terpisah. Saya tidak takut lagi."(sumber: bbc news)
Kenyataannya makna hidup dan keinginan dalam hidup dari seorang korban tsunami akan tergaanggu karena trauma yang diterimanya atas kejadian tersebut. Sama seperti pernyataan diatas yang diungkapkan seorang anak bernama Rini bahwa ia mengingat semua apa yang telah diajarkan ayahnya, kali ini pernyataan yang dikeluarkan oleh seorang gadis yang dulunya masih berusia 11 tahun. Dalam reunian yang dilakukan wartawan BBC, Andrew Harding yang kembali ke Aceh setelah 10 tahun bencana tsunami dan bertemu lagi dengan salah seorang anak korban tsunami Mawardah Priyanka. Gadis kecil itu ditinggalkan oleh kedua orangtuanya dan setelah beberapa hari kemudian baru menemukan kakaknya yang berusia 16 tahun. Setelah 10 tahun silam kejadian itu, Mawardah pun mengungkapkan kalimat ini.
 "Saya ingin menjadi seorang perempuan yang kuat. Setelah saya lulus saya akan kuliah di Amerika, dan bekerja sebagai seorang reporter. Saya merasa masa depan saya akan cerah," kata dia mencerminkan kepercayaan diri.(sumber: Merdeka.com, 23/12)
Dari pernyataan yang diatas bisa kita lihat bahwa korban ingin menunjukkan rasa tanggung jawabnya terhadap kehidupannya itu. Fenomena-fenomena diatas dapat dijelaskan oleh teori kepribadian dari Viktor Frankel. Frankel dalam karyanya mengemukakan bahwa hal yang paling berarti adalah nilai dan arti kehidupan. Ia belajar bahwa ”manusia dapat kehilangan segala sesuatu yang dihargainya kecuali kebebasan manusia yang sangat fundamntal: kebebasan untuk memilih suatu sikap atau cara bereaksi terhadap nasib kita, kebebasan untuk memilih cara kita sendiri.” manusia bisa bebas menentukan hasil eksistensi terahirnya yaitu kebebasan spiritual. Ia merangkum karnya tentang pentingnya kemauan akan arti untuk eksistensi manusia dalam suatu sistem yang dikenal dengan logoterapi.
Logoterapi berasal dari kata logos yang telah diadopsi dari bahasa Yunani dan berarti “makna” (meaning) dan juga “ruhani” (spirituality). Logoterapi ditopang oleh filsafat hidup dan insight mengenai manusia yang mengakui adanya dimensi spiritual, selain dimensi somatis, dimensi psikologis dan dimensi sosial pada eksistensi manusia, serta menekankan pada makna hidup dan kehendak untuk hidup bermakna sebagai potensi manusia. Dalam logoterapi dimasukkan pula kemampuan khas manusia, yaitu self-detachment dan self-trancendence yang keduanya menggambarkan adanya kebebasan dan rasa tanggung jawab. Karakteristik eksistensi manusia menurut logoterapi adalah: keruhanian (spirituality), kebebasan (freedom), dan tanggung jawab (responsibility) (Victor Frankl, “The Cocept of Man in Psychoterapy”, dalam Proceeding of the Royal Society of Medicine. Vol.47, 1954, hlm.979).
Frank membangun Logoterapi diatas tiga asumsi dasar yang satu sama lain saling mempengaruhi, yaitu :
1. Fredom of will (kebebasan bersikap dan berkehendak)
Ia berpendapat bahwa kebebasan manusia merupakan kebebasan yang berada dalam batas-batas tertentu. Manusia dianggap sebagai makhluk yang memiliki berbagai potensi luar biasa, tetapi sekaligus memiliki keterbatasan dalam aspek ragawi, aspek kejiwaan, aspek sosial budaya dan aspek kerohanian. Kebebasan manusia bukan merupkan kebebasan dari (freedom from) bawaan biologis, kondisi psikososial dan kesejarahannya, melainkan kebebasan untuk menentukan sikap (freedom to take a stand) secara sadar dan menerima tanggung jawab terhadap kondisi-kondisi tersebut, baik kondisi lingkungan maupun kondisi diri sendiri. Dengan demikian kebebasan yang dimaksud Frankl bukanlah  lari dari persoalan yang sebenarnya harus dihadapi.
2. Will to Meaning (kehendak untuk hidup bermakna)
Motivasi dasar manusia yang tertuju kepada hal-hal dasar di luar diri individu itu sendiri sehingga The Will to Meaning ini tidak bersifat self-centered (terpusat kepada diri sendiri). Semakin individu mampu mengatasi dirinya maka semakin ia mengarah pada suatu tujuan sehingga ia menjadi manusia yang sepenuhnya. Menurut Frankl keinginan untuk hidup yang bermakna ini merupakan motivasi utama yang tedapat pada manusia untuk mencari, menemukan dan memenuhi tujuan dan arti hidupnya.
3. Meaning of Life (makna hidup)
·       Dapat ditemukan didalam kehidupan manusia, dan merupakan suatu yang unik, personal, dan juga spesifik.
·       The Meaning of Life tidak dapat kita terima dari orang lain ataupun diberikan oleh orang lain, sebab kita harus dapat menemukannya dengan diri sendiri kita.
Sumber Makna Hidup menurut Viktor Frankl:
1.         Creative Values
Makna hidup seseoang hendaknya berasal dari berkarya, bekerja, menciptakan, dan melaksanakannya karena seorang individu memang mencintai apa yang dikerjakannya.
2.         Experiental Values
Bagaimana seorang individu meyakini dan memahami kebenaran yang ada, nilai-nilai keyakinan, keindahan, cinta kasih, serta keimanannya.
3.         Attitudinal Values
Bagaimana seorang individu dapat mengambil sikap dan langkah yang tepat dan pasti terhadap suatu peristiwa buruk yang menimpanya dan tidak dapat dihindarinya.
Fenomena-fenomena yang telah dijelaskan jika di analisa memakai teori kepribadian dari Viktor Frankel, hal itu mengarah kepada keinginan untuk berkehendak atau memilih jalan hidupnya, mengatasi masalahnya, dan bertanggungjawab atas kelangsungan hidup selanjutnya. Karena trauma yang dialami, terlihat bahwa korban merasa kehilangan makna dari hidup itu sendiri. Keadaan seperti itu, membuat korban berpikir bahwa mereka mempunyai kebebasan untuk berkehendak (the freedom of will) dan kebebasan-kebebsan lainnya. Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa kebebsan itu membuat mereka bebas untuk menentukan sikap (freedom to take a stand) secara sadar dan menerima tanggung jawab terhadap kondisi-kondisi tersebut. Serta memiliki motivasi dasar untuk menemukan makna hidupnya serta mengembangkan potensi yang dimilikinya berupa karya-karyanya, memahami keyakinan serta cara bersikapnya.
Fenomena yang diungkap wartawan BBC, bagaimana gadis kecil itu berkata ingin menjadi seorang reporter dari pengalaman-pengalaman yang mengerikan itu, dengan rasa percaya dirinya ia mengatakan bahwa itu adalah sebuah tanggung jawab hidupnya. Dengan adanya motivasi serta pengambilan sikap yang tepat dalam menghadapi kondisi-kondisi yang dialami gadis kecil tersebut menghasilkan sebuah karya tentang dirinya dan masa depannya atau Frankel menyebutnya dengan the meaning of life.
Selain itu, mereka juga dapat digambarkan secara umum dalam kepribadian yang baik, sepert:
1.     Mereka bebas memilih tindakan mereka sendiri
2.     Mereka secara pribadi bertanggung jawab terhadap tingkah laku hidup mereka
3.     Mereka tidak ditentukan oleh kekuatan-kekuatan diluar diri mereka
4.     Mereka telah menenmukan arti dalam kehidupan yang cocok dengan mereka
5.     Mereka secara sadar mengontrol kehidupan mereka
6.     Mereka mampu mengungkapkan nilai-nilai daya cipta, nilai pengalaman dan nilai sikap
7.     Mereka mengatasi perhatian terhadap diri
Contoh-contoh yang telah diungkap dalam fenomena tsunami tersebut merupakan kedalam kepribadina yang baik. Artinya, walaupun mereka merasa teguncang dan terancam akan masa depannya tapi mereka masih mampu memikirkan rasa tanggung jawabnya terhadap hidup mereka serta kebebasan memilih dalam bersikap dan bertindak. Mereka masih ingin memikirkan masa depan, pekerjaan, dan merasakan serta memberikan  kembali kasih sayang dan cinta. Mereka juga membangunnya akan dasar pengalaman-pengalaman mereka tentang bencana tersebut dan mengubahnya sebagai motivasi untuk bangkit di masa depan.


Sumber:

Tidak ada komentar: