Fenomena-fenomena
yang ada saat ini adalah fenomena yang sangat dekat dengan kita. Orang-orag
sering menyebutnya sebagai fenomena alam, seperti banjir, longsor, tsunami,
dll. Diantara fenomena-fenomena tersebut ada yang paling fenomenal diantara
telinga-telinga kita. Tsunami adalah fenomena alam yang paling mengerikan bagi
masyarakat kita bahkan bagi negara-negara lain juga sama. 10 tahun sudah kita
melewati tsunami yang paling besar di negara kita, yaitu tsunami Aceh 26
Desember 2004 silam. Fenomena terbesar yang menyebabkan ribuan manusia tidak
lagi bisa menikmati hidupnya. Anak-anak yang tidak berdosa, wanita-wanita yang
tidak bersalah bahkan semua orang yang bukan warga negaranya. Sebagian orang
mempercayainya itu sebagai takdir dari Yang Kuasa sebagai teguran pada dunia
ini. Sebagian lagi menelitinya dan menjelaskannya berdasarkan alamiahnya ilmu
logika. Tapi, apa yang bisa kita lakukan sebagai seorang manusia? Yang bisa
kita pikirkan adalah bagaimana keadaan mereka yang masih mempunyai sisa-sisa
kehidupan, yang masih mungkin untuk diselamatkan?. Bagaimana kondisi
psikologisnya sekarang setelah 10 tahun moment mengerikan itu berlalu dan
bagaimana masa depan yang sudah mereka rencanakan hilang begitu saja ditelan
oleh alam.
"Saya
dulu takut," kata Rina kepada saya. "Saya merasa takut dalam waktu
yang cukup lama. Saya selalu berpikir saya akan kehilangan ayah saya, karena
saya telah kehilangan semua orang. Tetapi ayah saya mengajarkan apa yang harus
saya lakukan sekarang jika ada gempa lagi, dan dimana kami harus bertemu jika
kami terpisah. Saya tidak takut lagi."(sumber:
bbc news)
Kenyataannya
makna hidup dan keinginan dalam hidup dari seorang korban tsunami akan
tergaanggu karena trauma yang diterimanya atas kejadian tersebut. Sama seperti pernyataan
diatas yang diungkapkan seorang anak bernama Rini bahwa ia mengingat semua apa
yang telah diajarkan ayahnya, kali ini pernyataan yang dikeluarkan oleh seorang
gadis yang dulunya masih berusia 11 tahun. Dalam reunian yang dilakukan wartawan
BBC, Andrew Harding yang kembali ke Aceh setelah 10 tahun bencana tsunami dan
bertemu lagi dengan salah seorang anak korban tsunami Mawardah Priyanka. Gadis kecil
itu ditinggalkan oleh kedua orangtuanya dan setelah beberapa hari kemudian baru
menemukan kakaknya yang berusia 16 tahun. Setelah 10 tahun silam kejadian itu,
Mawardah pun mengungkapkan kalimat ini.
"Saya ingin menjadi seorang perempuan
yang kuat. Setelah saya lulus saya akan kuliah di Amerika, dan bekerja sebagai
seorang reporter. Saya merasa masa depan saya akan cerah," kata dia
mencerminkan kepercayaan diri.(sumber:
Merdeka.com, 23/12)
Dari
pernyataan yang diatas bisa kita lihat bahwa korban ingin menunjukkan rasa
tanggung jawabnya terhadap kehidupannya itu. Fenomena-fenomena diatas dapat
dijelaskan oleh teori kepribadian dari Viktor Frankel. Frankel dalam karyanya
mengemukakan bahwa hal yang paling berarti adalah nilai dan arti kehidupan. Ia
belajar bahwa ”manusia dapat kehilangan segala sesuatu yang dihargainya kecuali
kebebasan manusia yang sangat fundamntal: kebebasan untuk memilih suatu sikap
atau cara bereaksi terhadap nasib kita, kebebasan untuk memilih cara kita
sendiri.” manusia bisa bebas menentukan hasil eksistensi terahirnya yaitu
kebebasan spiritual. Ia merangkum karnya tentang pentingnya kemauan akan arti
untuk eksistensi manusia dalam suatu sistem yang dikenal dengan logoterapi.
Logoterapi
berasal dari kata logos yang telah diadopsi dari bahasa Yunani dan berarti
“makna” (meaning) dan juga “ruhani” (spirituality). Logoterapi ditopang oleh
filsafat hidup dan insight mengenai manusia yang mengakui adanya dimensi
spiritual, selain dimensi somatis, dimensi psikologis dan dimensi sosial pada
eksistensi manusia, serta menekankan pada makna hidup dan kehendak untuk hidup
bermakna sebagai potensi manusia. Dalam logoterapi dimasukkan pula kemampuan
khas manusia, yaitu self-detachment dan self-trancendence yang keduanya
menggambarkan adanya kebebasan dan rasa tanggung jawab. Karakteristik
eksistensi manusia menurut logoterapi adalah: keruhanian (spirituality),
kebebasan (freedom), dan tanggung jawab (responsibility) (Victor Frankl, “The
Cocept of Man in Psychoterapy”, dalam Proceeding of the Royal Society of
Medicine. Vol.47, 1954, hlm.979).
Frank
membangun Logoterapi diatas tiga asumsi dasar yang satu sama lain
saling mempengaruhi, yaitu :
1. Fredom of
will (kebebasan bersikap dan berkehendak)
Ia
berpendapat bahwa kebebasan manusia merupakan kebebasan yang berada dalam
batas-batas tertentu. Manusia dianggap sebagai makhluk yang memiliki berbagai
potensi luar biasa, tetapi sekaligus memiliki keterbatasan dalam aspek ragawi,
aspek kejiwaan, aspek sosial budaya dan aspek kerohanian. Kebebasan manusia
bukan merupkan kebebasan dari (freedom from) bawaan biologis, kondisi
psikososial dan kesejarahannya, melainkan kebebasan untuk menentukan sikap (freedom
to take a stand) secara sadar dan menerima tanggung jawab terhadap
kondisi-kondisi tersebut, baik kondisi lingkungan maupun kondisi diri sendiri.
Dengan demikian kebebasan yang dimaksud Frankl bukanlah lari dari
persoalan yang sebenarnya harus dihadapi.
2.
Will to Meaning (kehendak untuk hidup bermakna)
Motivasi
dasar manusia yang tertuju kepada hal-hal dasar di luar diri individu itu
sendiri sehingga The Will to Meaning ini tidak bersifat self-centered (terpusat
kepada diri sendiri). Semakin individu mampu mengatasi dirinya maka semakin ia
mengarah pada suatu tujuan sehingga ia menjadi manusia yang sepenuhnya. Menurut
Frankl keinginan untuk hidup yang bermakna ini merupakan motivasi utama yang
tedapat pada manusia untuk mencari, menemukan dan memenuhi tujuan dan arti
hidupnya.
3.
Meaning of Life (makna hidup)
·
Dapat
ditemukan didalam kehidupan manusia, dan merupakan suatu yang unik, personal,
dan juga spesifik.
·
The
Meaning of Life tidak dapat kita terima dari orang lain ataupun diberikan oleh
orang lain, sebab kita harus dapat menemukannya dengan diri sendiri kita.
Sumber Makna Hidup menurut Viktor
Frankl:
1. Creative
Values
Makna
hidup seseoang hendaknya berasal dari berkarya, bekerja, menciptakan, dan
melaksanakannya karena seorang individu memang mencintai apa yang
dikerjakannya.
2. Experiental
Values
Bagaimana
seorang individu meyakini dan memahami kebenaran yang ada, nilai-nilai
keyakinan, keindahan, cinta kasih, serta keimanannya.
3. Attitudinal
Values
Bagaimana
seorang individu dapat mengambil sikap dan langkah yang tepat dan pasti
terhadap suatu peristiwa buruk yang menimpanya dan tidak dapat dihindarinya.
Fenomena-fenomena
yang telah dijelaskan jika di analisa memakai teori kepribadian dari Viktor
Frankel, hal itu mengarah kepada keinginan untuk berkehendak atau memilih jalan
hidupnya, mengatasi masalahnya, dan bertanggungjawab atas kelangsungan hidup
selanjutnya. Karena trauma yang dialami, terlihat bahwa korban merasa
kehilangan makna dari hidup itu sendiri. Keadaan seperti itu, membuat korban
berpikir bahwa mereka mempunyai kebebasan untuk berkehendak (the freedom of will) dan
kebebasan-kebebsan lainnya. Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa kebebsan
itu membuat mereka bebas untuk menentukan sikap (freedom to take a stand)
secara sadar dan menerima tanggung jawab terhadap kondisi-kondisi tersebut. Serta
memiliki motivasi dasar untuk menemukan makna hidupnya serta mengembangkan
potensi yang dimilikinya berupa karya-karyanya, memahami keyakinan serta cara
bersikapnya.
Fenomena
yang diungkap wartawan BBC, bagaimana gadis kecil itu berkata ingin menjadi
seorang reporter dari pengalaman-pengalaman yang mengerikan itu, dengan rasa
percaya dirinya ia mengatakan bahwa itu adalah sebuah tanggung jawab hidupnya. Dengan
adanya motivasi serta pengambilan sikap yang tepat dalam menghadapi
kondisi-kondisi yang dialami gadis kecil tersebut menghasilkan sebuah karya tentang
dirinya dan masa depannya atau Frankel menyebutnya dengan the meaning of life.
Selain
itu, mereka juga dapat digambarkan secara umum dalam kepribadian yang baik,
sepert:
1. Mereka
bebas memilih tindakan mereka sendiri
2. Mereka
secara pribadi bertanggung jawab terhadap tingkah laku hidup mereka
3. Mereka
tidak ditentukan oleh kekuatan-kekuatan diluar diri mereka
4. Mereka
telah menenmukan arti dalam kehidupan yang cocok dengan mereka
5. Mereka
secara sadar mengontrol kehidupan mereka
6. Mereka
mampu mengungkapkan nilai-nilai daya cipta, nilai pengalaman dan nilai sikap
7. Mereka
mengatasi perhatian terhadap diri
Contoh-contoh
yang telah diungkap dalam fenomena tsunami tersebut merupakan kedalam
kepribadina yang baik. Artinya, walaupun mereka merasa teguncang dan terancam
akan masa depannya tapi mereka masih mampu memikirkan rasa tanggung jawabnya
terhadap hidup mereka serta kebebasan memilih dalam bersikap dan bertindak. Mereka
masih ingin memikirkan masa depan, pekerjaan, dan merasakan serta memberikan kembali kasih sayang dan cinta. Mereka juga membangunnya
akan dasar pengalaman-pengalaman mereka tentang bencana tersebut dan
mengubahnya sebagai motivasi untuk bangkit di masa depan.
Sumber: